Pengamat Politik EEP SAEFULLOH FATAH sebagaimana dikutip oleh media kompas hari mengeluarkan unek-uneknya tentang apa yang menurut dia sebagai ' Disfungsi Presiden" yang mengherankan, mengapa Presiden terlihat sangat lamban dan tak tegas dalam perkara percekcokan yang semakin panas di antara institusi kepolisian dan Kejaksaan Agung di satu sisi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi di sisi lain. Presiden seolah tampil sebagai pemimpin yang kikuk dan terpasung dalam ruang gerak amat terbatas. Presiden yang memiliki kekuasaan besar seolah tak tahu menggunakan kekuasaan itu dengan sepatutnya.
Padahal semestinya, Presiden yang baru saja meraup dukungan legitimasi yang amat kuat dari 60,8 persen pemilih, harus menampilkan diri sebagai pemimpin yang kuat dan berpendirian bukan justru tergagap-gagap bersikap dan tertatih-tatih dalam ruang gerak sempit.
Dibalik semua itu ada empat dugaan yang dilontarkan oleh Eep, mengapa sampai disfungsi ini terjadi.
Pertama, "disfungsi Presiden adalah akibat serta-merta dari ketidakmampuan dan tiadanya kredibilitas lingkaran politik dan birokrasi dalam istana " , teorinya adalah karena : Presiden adalah korban dari kalut dan tidak kredibelnya lingkaran-lingkaran politik atau birokrasi di sekitarnya.
Presiden menerima informasi dan data yang tidak akurat mengenai situasi sehingga akhirnya mengambil langkah atau kebijakan yang tak layak, sehingga yang terjadi kemudian adalah gejala ”buramnya kaca istana”. Lingkaran politik dan birokrasi di sekitar Presiden mengaburkan pandangan Presiden ke luar istananya.
Presiden keliru menilai situasi dan mengambil langkah. Rakyat, yang berteriak marah di luar istana, dari balik kaca itu terlihat seperti tersenyum bersukacita. Suasana gaduh centang-perenang di luar terlihat dari balik kaca itu sebagai tenteram penuh kedamaian.
Kedua, "karakter atau tabiat Presiden yang memang tak mampu bersigap-sigap", teori yang kedua ini mensinyalir disfungsi Presiden menunjukkan tabiat sejati Presiden sebagai seseorang yang cenderung lamban dalam menjejeri dinamika publik yang serba cepat, sebuah kualitas kepemimpinan yang bermasalah. Artinya, Presiden terlampau lemah untuk mengatasi percekcokan antara kepolisian-kejaksaan dan KPK.
Ketiga, "Presiden menjadi kikuk berhadapan dengan tuntutan dan aspirasi khalayak lantaran berkepentingan menyelamatkan diri dan/atau orang-orang di sekitarnya". Teori ini menduga bahwa Presiden memiliki kepentingan-kepentingan tersembunyi dalam kaitan dengan kasus ini. kasus cicak versus buaya sebetulnya merupakan puncak sebuah gunung es. Di baliknya diduga ada tumpukan persoalan atau skandal lain yang sejauh ini masih tersamar atau tersembunyi.
Keempat, "Presiden sesungguhnya tak menyokong penegakan hukum secara genuine" , yaitu jangan-jangan ketidaksigapan dan ketaklayakan Presiden dalam perseteruan cicak melawan buaya sesungguhnya menegaskan betapa Presiden sesungguhnya tak menyokong penegakan hukum secara genuine. jangan-jangan Presiden justru berkepentingan membikin percekcokan itu tak selesai secara tuntas.
Dari empat dugaan yang dipaparkan dengan lugas oleh Bung Eep diatas, rasanya sudah sangat lengkap dan analisa tersebut seharusnya sudah bisa menjawab kenapa " Sinetron Cicak Vs Buaya " episodenya berlanjut terus , tidak ada habis-habisnya.
" Mak Lamo tula" ....What Next ? Let's See !
Kuyung Ben, mengucapkan Selamat Pagi untuk dulur-dulur semua...Lanjutkan ! Mau ??????
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar