Dari Muba Untuk Muba

Blog ini bisa menjadi jendela bagi Kita, Jendela seputar kiprah, kegiatan, ide pikiran , gagasan saya dalam menjalankan tugas sebagai pemimpin daerah Kabupaten Muba. Saya Ingin Masyarakat lebih tahu sejauh mana saya menjalankan amanah ini, dalam penyajiannya Blog ini harus menyajikan info WAJAH YANG TANPA TOPENG. Semoga dapat memberi manfaat. - Salam !

Kamis, 30 Juli 2009

5 Putusan MA yang Bikin Geger Perolehan Kursi Parpol


Jakarta - Ada 5 putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyangkut penetapan kursi di DPR dan DPRD. Kelima putusan itu kontan membuat Komisi Pemilihan Umum (KPU) pontang-panting. Berikut ini penjelasan untuk masing-masing putusan.

Pertama

Putusan pertama bernomor 12P/HUM/2009 yang mengadili uji materiil yang diajukan caleg PDIP Hasto Kristiyanto dan kawan-kawan pada tanggal 13 Mei dan diputus 2 Juni. Dalam permohonannya, Hasto meminta agar pasal 23 ayat (1) angka 3 huruf a Peraturan KPU Nomor 15/2009 tentang tata cara penetapan kursi dan caleg terpilih.

Pasal tersebut intinya mengatur parpol yang telah mendapatkan kursi di penghitungan tahap pertama di DPR hanya bisa menyertakan sisa suaranya di penghitungan tahap kedua. Hasto meminta MA membatalkan aturan tersebut. Sebab menurut dia, parpol yang telah mendapatkan suara di tahap pertama bisa mengikuti penghitungan tahap kedua dengan menyertakan suara aslinya, bukan sisa suara.

Hasto mendasarkan pendapatnya ini pada pasal 205 ayat (4) UU Pemilu yang tidak menyebut sama sekali sisa suara. Yang disebut di pasal itu adalah suara, bukan sisa suara. Jadi, menurut Hasto, meskipun suara parpol telah dikonversi menjadi kursi di tahap pertama, namun masih bisa diikutkan dalam penghitungan di tahap kedua.

Malang bagi Hasto, permohonannya ini ditolak MA. Dalam pertimbangannya, MA menyebut bahwa pasal yang diujikan Hasto tidak bertentangan dengan UU Pemilu karena pasal itu dimaksudkan untuk melengkapi hal-hal yang tidak diatur secara rinci dalam UU tersebut. Putusan yang keluar tanggal 18 Juni itu diputus oleh Ketua MA selaku Ketua Majelis dan Imam Soebechi dan Marina Sidabutar sebagai anggota.

Kedua

Putusan kedua bernomor 13P/HUM/2009 yang mengadili uji materiil yang diajukan DPD Golkar Sulawesi Selatan. Dalam permohonannya, Golkar Sulsel mempermasalahkan mekanisme penghitungan kursi DPRD provinsi tahap kedua yang diatur dalam pasal 37 huruf b dan pasal 38 ayat (2) huruf b Peraturan KPU Nomor 15/2009.

Yang dipersoalkan Golkar Sulsel selaku pemohon adalah pengkategorian suara parpol yang tidak mendapatkan kursi di tahap pertama sebagai sisa suara. Menurut pemohon, sisa suara hanya dimiliki parpol yang telah mendapatkan kursi di tahap pertama. Adapun suara parpol yang tidak mendapatkan kursi di tahap pertama tidak bisa disebut sebagai sisa suara.

Konsekuensinya, parpol yang tidak mendapatkan kursi di tahap pertama itu tidak bisa diikutkan dalam penghitungan tahap kedua. Sebab aturan dalam pasal 211 ayat (3) UU Nomor 10/2008 tentang Pemilu mengatakan, dalam hal masih terdapat sisa kursi setelah dialokasikan berdasarkan BPP, maka perolehan kursi parpol dilakukan dengan cara membagikan sisa kursi berdasarkan sisa suara terbanyak
satu per satu sampai habis.

MA mengabulkan seluruhnya permohonan dari DPD Golkar Sulsel. MA meminta KPU membatalkan dan mencabut pasal 37 huruf b dan pasal 38 ayat (2) huruf b karena dinilai bertentangan dengan UU Pemilu. Putusan yang juga keluar tanggal 18 Juni itu diputus oleh hakim yang sama, yakni Ketua MA selaku Ketua Majelis dan Imam Soebechi dan Marina Sidabutar sebagai anggota.

Ketiga

Putusan ketiga bernomor 15P/HUM/2009 yang mengadili uji materiil yang diajukan caleg Partai Demokrat Zainal Ma'arif dan kawan-kawan. Materi permohonannya sama dengan Hasto Kristiyanto, namun Zainal mengajukannya secara lebih lengkap. Yang dia ujikan adalah Peraturan KPU Nomor 15/2009 pasal 22 huruf c dan 23 ayat (1) dan (3).

Permohonan uji materiil Zainal ini diterima oleh majelis hakim yang personelnya sama dengan yang mengadili permohonan Hasto. Permohonan yang diajukan 27 Mei ini diputus tanggal 18 Juni, namun baru dikeluarkan untuk publik tanggal 22 Juli.


Keempat

Putusan keempat bernomor 16P/HUM/2009 yang mengadili uji materiil yang diajukan caleg DPRD Kabupaten Malang M Rusdi. Materinya mirip dengan yang diajukan DPD Golkar Sulsel, hanya saja ini untuk tingkat kabupaten/kota.

Permohonan Rusdi juga dikabulkan oleh majelis hakim yang sama. Permohonan yang diajukan 2 Juni itu diputus 18 Juni.


Kelima

Putusan kelima bernomor 18P/HUM/2009 yang diajukan oleh Dedy Djamaluddin Malik tanggal 11 Juni. Dedy mempersoalkan Peraturan KPU Nomor 15/2009 pasal 25 yang mengatur pengalokasian kursi di penghitungan tahap ketiga.

Dalam Peraturan KPU, penghitungan tahap ketiga dilakukan dengan cara menarik sisa suara dari dapil yang masih memiliki sisa kursi ke provinsi untuk dicari BPP baru. Partai yang mendapatkan suara di atas BPP akan mendapatkan kursi.

Belakangan setelah keluar putusan Mahkamah Konstitusi (MK), sisa suara yang ditarik ke provinsi adalah sisa suara dari semua dapil, tak peduli dapil itu masih memiliki sisa kursi atau tidak. MK memang tidak mengubah peraturan yang telah dibuat KPU, namun MK hanya meluruskan pemahaman KPU atas peraturan yang dibuatnya sendiri.

Setelah kursi diperoleh, persoalan berikutnya adalah parpol yang berhak kursi itu akan diberi kursi dari dapil yang mana, mengingat kursi yang ada di provinsi berasal dari banyak dapil. Aturan ini diatur dalam pasal 25 Peraturan KPU itu.

Dalam pasal itu dikatakan, dasar untuk membagi kursi adalah parpol yang berhak atas kursi itu memiliki sisa suara terbanyak di dapil yang bersangkutan bila dibandingkan parpol lainnya, dan pada saat yang sama memiliki sisa suara terbanyak di dapil itu bila dibandingkan dengan dapil lainnya.

Yang dipersoalkan Dedy adalah aturan bahwa parpol itu harus memiliki suara terbanyak di dapil yang bersangkutan bila dibandingkan parpol lainnya. Dalam peraturan itu tidak disebut bahwa parpol lain yang dimaksud adalah parpol yang berhak mendapatkan kursi. Itu artinya, parpol yang berhak mendapatkan kursi harus bersaing dengan parpol lain yang tidak berhak mendapatkan kursi atau tidak
mencapai BPP.

Jika suara parpol yang berhak dapat kursi itu di dapail yang bersangkutan kalah dibanding parpol lain yang tidak berhak dapat kursi, maka parpol yang berhak itu jadi tidak dapat kursi. Aturan ini dinilai bertentangan dengan UU Pemilu pasal 205 ayat (7) yang mengatakan penetapan perolehan kursi di tahap ketiga dilakukan dengan cara memberikan kursi kepada parpol yang mencapai BPP baru di
provinsi yang bersangkutan.

Permohonan Dedy ini dikabulkan oleh MA dengan majelis hakim yang sama. Putusan dibuat tanggal 18 Juni dan keluar 22 Juli.

Sumber (Detik.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar