Bismillahirrohmanirrohim..
MERDEKA!!!
MERDEKA!!!
Saudara-saudara,
rakyat jelata di seluruh Indonesia, terutama saudara-saudara penduduk kota Surabaya, kita semuanya telah mengetahui bahwa hari ini tentara inggris telah menyebarkan pamflet-pamflet, yang memberikan suatu ancaman kepada kita semua.
kita diwajibkan untuk dalam waktu yang mereka tentukan, menyerahkan senjata-senjata yang telah kita rebut dari tangannya tentara jepang, mereka telah minta supaya kita datang pada mereka itu dengan mengangkat tangan, mereka telah minta supaya kita semua datang pada mereka itu dengan
membawa bendera putih tanda bahwa kita menyerah kepada mereka
Saudara-saudara,
di dalam pertempuran-pertempuran yang lampau kita sekalian telah menunjukkan bahwa rakyat Indonesia di Surabaya, pemuda-pemuda yang berasal dari Maluku, pemuda-pemuda yang berawal dari Sulawesi, pemuda-pemuda yang berasal dari Pulau Bali, pemuda-pemuda yang berasal dari Kalimantan, pemuda-pemuda dari seluruh Sumatera, pemuda Aceh, pemuda Tapanuli, dan seluruh pemuda Indonesia yang ada di surabaya ini di dalam pasukan-pasukan mereka masing-masing dengan pasukan-pasukan rakyat yang dibentuk di kampung-kampung, telah menunjukkan satu pertahanan yang tidak bisa dijebol telah menunjukkan satu kekuatan sehingga mereka itu terjepit di mana-mana hanya karena taktik yang licik daripada mereka itu saudara-saudara, dengan mendatangkan presiden dan pemimpin pemimpin lainnya ke Surabaya ini maka kita ini tunduk utuk memberhentikan pentempuran , tetapi pada masa itu mereka telah memperkuat diri dan setelah kuat sekarang inilah keadaannya
di dalam pertempuran-pertempuran yang lampau kita sekalian telah menunjukkan bahwa rakyat Indonesia di Surabaya, pemuda-pemuda yang berasal dari Maluku, pemuda-pemuda yang berawal dari Sulawesi, pemuda-pemuda yang berasal dari Pulau Bali, pemuda-pemuda yang berasal dari Kalimantan, pemuda-pemuda dari seluruh Sumatera, pemuda Aceh, pemuda Tapanuli, dan seluruh pemuda Indonesia yang ada di surabaya ini di dalam pasukan-pasukan mereka masing-masing dengan pasukan-pasukan rakyat yang dibentuk di kampung-kampung, telah menunjukkan satu pertahanan yang tidak bisa dijebol telah menunjukkan satu kekuatan sehingga mereka itu terjepit di mana-mana hanya karena taktik yang licik daripada mereka itu saudara-saudara, dengan mendatangkan presiden dan pemimpin pemimpin lainnya ke Surabaya ini maka kita ini tunduk utuk memberhentikan pentempuran , tetapi pada masa itu mereka telah memperkuat diri dan setelah kuat sekarang inilah keadaannya
Saudara-saudara,
kita semuanya kita bangsa indonesia yang ada di Surabaya ini akan menerima tantangan tentara inggris itu dan kalau pimpinan tentara inggris yang ada di Surabaya ingin mendengarkan jawaban rakyat Indonesia ingin mendengarkan jawaban seluruh pemuda Indonesia yang ada di Surabaya ini , dengarkanlah ini tentara inggris ini jawaban kita, ini jawaban rakyat Surabaya, ini jawaban pemuda Indonesia kepada kau sekalian hai tentara inggris, kau menghendaki bahwa kita ini akan membawa bendera putih untuk takluk kepadamu, kau menyuruh kita mengangkat tangan datang kepadamu, kau menyuruh kita membawa senjata2 yang telah kita rampas dari tentara jepang untuk diserahkan kepadamu, tuntutan itu walaupun kita tahu bahwa kau sekali lagi akan mengancam kita untuk menggempur kita dengan kekuatan yang ada tetapi inilah jawaban kita:
selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah yang dapat membikin secarik kain putih merah dan putih maka selama itu tidak akan kita akan mau menyerah kepada siapapun juga Saudara-saudara rakyat Surabaya, siaplah! keadaan genting!
tetapi saya peringatkan sekali lagi jangan mulai menembak, baru kalau kita ditembak maka kita akan ganti menyerang mereka itu, kita tunjukkan bahwa kita ini adalah benar-benar orang yang ingin merdeka, Dan untuk kita saudara-saudara lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka semboyan kita tetap: merdeka atau mati!
Dan kita yakin saudara-saudara pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita sebab Allah selalu berada di pihak yang benar, percayalah saudara-saudara Tuhan akan melindungi kita sekalian
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
MERDEKA!!!
MERDEKA!!!
----------------------------------------
BUNG TOMO Yang HEROIK
Di samping 17 Agustus 1945 saat dikumandangkannya proklamasi kemerdekaan
Republik Indonesia, 10 Nopember adalah tanggal keramat bagi bangsa
Indonesia khususnya masyarakat Surabaya dalam kaitannya dengan sejarah
perjuangan kemerdekaan NKRI. Di tanggal itu terjadi pertempuran dahsyat
antara tentara Sekutu dan NICA dengan arek-arek Suroboyo yang memakan korban dalam jumlah yang sangat besar di kedua belah pihak.
Pertempuran 10 Nopember 1945
Insiden perobekan bendera Belanda di Hotel Orange yang berlokasi di
jalan Tunjungan Surabaya menyulut bentrokan-bentrokan bersenjata antara
pasukan Inggris dengan para pejuang di Surabaya, yang memuncak dengan
tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby, pimpinan tentara Inggris untuk Jawa
Timur, pada 30 Oktober 1945.
Terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, membuat penggantinya, Mayor
Jenderal Mansergh mengeluarkan ultimatum bahwa semua pimpinan dan orang
Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di
tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di
atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945.
Ultimatum tersebut ditolak mentah-mentah oleh para pejuang. Berbekal
bambu runcing, arek-arek Suroboyo memilih berjuang hingga titik darah penghabisan.
Sekutu pun menepati ultimatumnya. Pada 10 November 1945 pagi, tentara
Inggris mulai melancarkan serangan besar-besaran dan dahsyat, dengan
mengerahkan sekitar 30.000 serdadu, 50 pesawat terbang, sejumlah tank
dan kapal perang.
Berbagai bagian kota Surabaya dihujani bom dari udara oleh pasukan Barat, karena mereka menolak menyerahkan senjata. Arek-arek Suroboyo
ditembaki secara membabi-buta dengan meriam dari laut dan darat. Dua
kuintal bom dijatuhkan pasukan Sekutu. Drum bensin meledak. Jam 6.10,
Surabaya menjadi lautan api.
Tentara Inggris menduga bahwa perlawanan rakyat Indonesia di Surabaya
bisa ditaklukkan dalam tempo 3 hari saja, dengan mengerahkan
persenjataan modern yang lengkap, termasuk pesawat terbang, kapal
perang, tank, dan kendaraan lapis baja yang cukup banyak.
Namun di luar dugaan, ternyata perlawanan itu bisa bertahan lama,
berlangsung dari hari ke hari, dan dari minggu ke minggu lainnya.
Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak
terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran besar-besaran ini
memakan waktu sampai sebulan.
Ribuan penduduk menjadi korban, banyak yang meninggal dan lebih banyak
lagi yang luka-luka. Pemandangan tanggal 30 November 1945, sepanjang
mata memandang, bergelimpangan mayat terbujur kaku, hangus, serpihan
daging dari 30.000 orang. Para pejuang rela berkorban nyawa berjibaku
mempertahankan kehormatan tanah airnya, Surabaya. Peristiwa berdarah di
Surabaya ketika itu juga telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh
Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan.
Di balik pertempuran dahsyat yang terjadi pada tanggal 10 Nopember 1945,
ada sebuah nama yang mempunyai andil besar dalam memompa semangat,
keberanian, dan rasa cinta tanah air khususnya kepada arek-arek Suroboyo.
Dialah Sutomo atau biasa disebut Bung Tomo yang lahir di Surabaya pada
tanggal 3 Oktober 1920. Bung Tomo adalah seorang wartawan yang aktif
menulis di beberapa surat kabar dan majalah, di antaranya: Harian Soeara
Oemoem, Harian berbahasa Jawa Ekspres, Mingguan Pembela Rakyat, Majalah
Poestaka Timoer, menjabat sebagai wakil pemimpin redaksi Kantor Berita
pendudukan Jepang Domei, dan pemimpin redaksi Kantor Berita Antara di
Surabaya. Beliau juga menjabat sebagai pucuk pimpinan Barisan
Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI) – yang akhirnya dilebur ke dalam
Tentara Nasional Indonesia. BPRI bertugas mendidik, melatih, dan
mengirimkan kesatuan-kesatuan bersenjata ke seluruh wilayah tanah air.
Di balik sederet jabatan yang diembannya Bung Tomo dikenal luas sebagai
pribadi yang sederhana dan dekat dengan segala lapisan masyarakat
termasuk kalangan bawah. Bung Tomo juga aktif berpidato yang disiarkan
oleh Radio BPRI untuk mengobarkan semangat perjuangan yang selalu
direlai oleh RRI di seluruh wilayah Indonesia. Isi pidato beliau begitu
khas: heroik, penuh semangat, berapi-api, disampaikan dengan sorot
mata tajam dan terbukti telah berhasil mengobarkan semangat arek-arek Suroboyo untuk mengangkat senjata tak kenal kata surut menghadapi lawan yang tangguh.
Berikut petikan pidato Bung Tomo yang sangat terkenal itu:
“Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah yang
dapat membikin secarik kain putih menjadi merah dan putih, maka selama
itu tidak akan kita mau menyerah kepada siapapun juga. Kita tunjukken
bahwa kita ini benar-benar orang-orang yang ingin merdeka. Dan untuk
kita saudara-saudara, lebih baik hancur lebur daripada tidak merdeka.
Semboyan kita tetap “Merdeka atau Mati”. Allahu Akbar, Allahu Akbar,
Allahu Akbar!! Merdeka!!”
Gelar Pahlawan yang Terlambat
Tidak seperti para pahlawan lain yang memperoleh gelar kepahlawanan
sejak lama, baru empat tahun ini Bung Tomo mendapat gelar pahlawan. Hal
ini disebabkan adanya gesekan antara Bung Tomo dengan pemerintah Orde
Baru. Beliau pernah aktif dalam politik pada tahun 1950-an bahkan pernah
menjabat sebagai Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata/
Veteran sekaligus Menteri Sosial ad interim pada tahun 1955-1956 di era
Kabinet Perdana Menteri Burhanuddin Harahap. Bung Tomo juga tercatat
sebagai anggota DPR 1956-1959 yang mewakili Partai Rakyat Indonesia.
Namun pada awal tahun 1970-an, beliau berbeda pendapat dengan
pemerintahan Orde Baru. Beliau berbicara keras terhadap program-program
presiden Soeharto sehingga pada 11 April 1978 ditahan oleh pemerintah
selama setahun karena kritik-kritiknya yang keras.
Atas desakan dari beberapa kalangan, akhirnya pemerintah memberikan
gelar pahlawan nasional kepada Bung Tomo bertepatan pada peringatan Hari
Pahlawan tanggal 10 November 2008. Keputusan ini disampaikan oleh
Menteri Komunikasi dan Informatika Kabinet Indonesia Bersatu, Muhammad
Nuh pada tanggal 2 November 2008 di Jakarta.
Padang Arafah menjadi saksi berpulangnya Bung Tomo pada tanggal 7
Oktober 1981, ketika sedang menunaikan ibadah haji. Berbeda dengan
tradisi untuk memakamkan para jemaah haji yang meninggal dalam ziarah ke
tanah suci, jenazah Bung Tomo dibawa kembali ke tanah air. Jenazahnya
tidak dimakamkan di sebuah Taman Makam Pahlawan layaknya seorang
pahlawan nasional, melainkan di Tempat Pemakaman Umum Ngagel, Surabaya.
Sebuah ironi, mengingat TPU Ngagel tepat berhadapan dengan Taman Makam
Pahlawan di seberang jalan. Ini menunjukkan betapa Bung Tomo adalah
seorang pahlawan yang tidak gila hormat. Makam beliau membaur di
tengah-tengah makam rakyatnya.
dari berbagai sumber dan Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar