Dari Muba Untuk Muba

Blog ini bisa menjadi jendela bagi Kita, Jendela seputar kiprah, kegiatan, ide pikiran , gagasan saya dalam menjalankan tugas sebagai pemimpin daerah Kabupaten Muba. Saya Ingin Masyarakat lebih tahu sejauh mana saya menjalankan amanah ini, dalam penyajiannya Blog ini harus menyajikan info WAJAH YANG TANPA TOPENG. Semoga dapat memberi manfaat. - Salam !

Senin, 22 Oktober 2012

Beni hernedi : belajar filosofi hidup dari alam

Bagi seorang pendaki sejati gunung bukan untuk ditaklukkan, namun untuk dinikmati dan diajak bersahabat.Dari dunia pendakian inilah,Beni Hernedi yang kini menjabat Wakil Bupati Musi Banyuasin (Muba),mengenal banyak arti hidup dan untuk apa kehidupan ini.

“Dari dunia pendakian pula,saya mulai mengenal makna kebersamaan, kekompakan hingga cara mengambil keputusan dalam keadaan darurat sekalipun,” ujar pria kelahiran Palembang,5 Desember 1976 ini. Mengenal semua tentang alam, dilakoni Beni sejak mendirikan organisasi Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) Flam’s NL STBA Methodist, pada 1996 lalu. Keinginan dan candu dari aktivitas alam bebas terutama pendakian gunung,telah memberinya pelajaran akan banyak hal,terutama keterkaitan alam atas kehidupan manusia. “Mendaki gunung itu kan tak ubahnya sebuah kerjasama tim.Di mana, berangkat dan naik ,” tuturnya. Suami dari Susy Imelda Frederika ini mengaku, seperti kebanyakan mahasiswa lainnya di zaman reformasi,waktu itu dirinya mengikuti pergerakan aktivis mahasiswa. Kemudian,setelah reformasi terwujud dan masa kuliah pun selesai,Beni menganggap bahwa sudah saatnya dirinya menganal dunia politik. “Jadi,kalau banyak orang bertanya tentang ketertarikan saya dengan politik,ya dimulai pada saat itulah,”katanya.


Disinggung soal perbedaan mendalam antara pendakian dan panggung politik,Ketua DPC PDIP Muba ini menerangkan,bahwa perbedaannya hanya terletak saat ingin menggapai puncak. Kalau dalam pendakian gunung,jika ada salah satu teman yang sakit maka pendakian tidak akan dilanjutkan dan lebih memilih turun dari pendakian. “Tapi,dalam politik.Kalau terjadi hal seperti itu,dengan sendirinya akan ditinggalkan. Jadi,dalam politik,untuk mencapai puncak tidak boleh berhenti,hanya itu perbedaannya. Tapi,kalau untuk yang lain seperti kepemimpinan, di dunia pencinta alam itu bisa ditempa,dan yang jelas kita sudah terlatih dari situ,” paparnya.

Kecintaan putra kelahiran Desa Bukit Selabu,Kecamatan Batanghari,Leko Muba ini terhadap alam tidak hilang, sekalipun dirinya mulai sibuk menjabat sebagai orang nomor dua di bumi Serasan Sekate. Bahkan,Beni bersama anak dan istrinya,tetap rajin mengunjungi dan menghadiri semua kegiatan ke-Mapala-an, bahkan tak jarang turut dalam aktivitas pendakian. “Sampai sekarang,saya masih berkumpul dengan rekan-rekan Mapala,terlebih kalau diundang pada acaraacara diksar Mapala.Istri saya juga orang Mapala,dan bertemunya di sana.Dia juga aktif di Dewan Mahasiswa, sedangkan saya Senat Mahasiswa,”kenangnya.
Beni menceritakan, setelah melewati masa-masa petualangan di dunia pendakian,selanjutnya dia mengawali petualangan politiknya,persisnya pada tahun 2000. Di mana,dirinya waktu itu langsung bergabung di bawah bendera PDI Perjuangan. Alasan memilih partai berlambang banteng gemuk itu,karena adanya kecocokan dari sisi nasionalisme,dan dirinya juga termasuk salah seorang yang sependapat dengan pandangan pandangan Soekarno.

“Saya melihat,semuanya ada di PDI Perjuangan.Saya masuk partai mulai dari bawah,dari ketua ranting/desa Bukit Selabu,Kecamatan Batanghari Leko,kemudian kecamatan,sekretaris kabupaten dan ketua cabang. Dari situlah,saya mulai ikut pencalonan wakil bupati bersama Pak Pahri,”urainya.

Pengalaman dan semua ilmu yang didapat dari dunia pendakian menjadikan Beni Hernedi memahami banyak cara mengatasi permasalahan, seperti ketenangan,bertahan pada situasi sulit, kekompakan,dan mengambil keputusan. Ilmu yang didapat saat bersentuhan langsung dengan alam ternyata ampuh diterapkan dalam dunia pemerintahan, salah satunya melatih kebersamaan dan kekompakan dengan menggelar outbound.“Kalau pertanyaannya apakah dari filosofi pendakian bisa diterapkan dalam dunia pemerintahan, saya pikir bisa. Kemudian soal lingkungan hidupnya, jelas bahwa sudah jadi tuntutan kita harus memerhatikan aspek lingkungan dalam pembangunan. Apalagi menyangkut sumber daya alam,”ucapnya. 


Tidak hanya berguru dari alam, Beni pun banyak belajar dari politisi senior PDIP, seperti Taufik Kiemas, Nazaruddin Kiemas,Eddy Santana Putra (Ketua DPD PDIP Sumsel/Wali Kota Palembang), dan MA Gantada (Wakil Ketua DPRD Sumsel/Sekretaris DPD PDIP Sumsel). Dari para mentor tersebut, putra H Usman Ali Hasan ini terus mengasah kemampuan politiknya. Mengenai dicalonkan menjadi wakil bupati Muba, Beni mengungkapkan, pada dasarnya partai melakukan penyeleksian terhadap semua kader terbaik. “Saya sangat tahu diri dan mengukur diri, siapa saya. Tapi dari mereka-mereka (senior PDIP), saya mendapatkan pembinaan selama di Muba. Buktinya, pada saat saya mencalonkan diri bersama Pak Pahri, dukungan dari beliau-beliau tinggi sekali,” ungkapnya. 

Sebagai satu figur wakil bupati yang terbilang muda, alumnus Senat Mahasiswa ABA Methodist Palembang ini menilai sistem reformasi birokrasi saat ini sudah baik, terpola, dan tertata. Hanya, tinggal bagaimana pengawasan terhadap birokrasi, terutama mentalitas PNS saat melayani masyarakat harus didorong. “Ini juga menjadi tantangan berat karena masih ada PNS membolos.Tapi, untuk di Muba PNS harus lebih baik karena fasilitas berikut tunjangannya sudah luar biasa,” katanya. Bukan hanya sanksi dan reward, ketegasan terhadap pegawai perlu dilakukan. “Makanya yang dituntut sekarang para pegawai harus membuktikan kepada masyarakat dalam memberikan pelayanan terbaik dan kita akan awasi itu,” tuturnya. 

Sebagai wakil bupati yang berkomitmen membangun dari bawah atau mulai dari desa, Beni bersama sang bupati merencanakan memberi kesempatan kepada tiap desa mengurusi rumah tangganya.Artinya, otonomi daerah di Muba itu secara substansi sudah terpenuhi. “Kalau selama ini untuk desa-desa hanya diberi kepercayaan anggaran sebesar Rp15–Rp20 jutaan, tahun depan akan kita beri Rp1 miliar.Tinggal kita awasi bersama-sama karena belum tentu juga sudah dikasih dana kalau tanpa pengawasan dan pembinaan lebih baik.Tapi kalau dengan gotong royong, saya yakin Muba lebih baik.Tahun ini tiap desa sudah dianggarkan Rp100 juta,” pungkasnya. (*) SIDRATUL MUNTAHA Palembang (copy from seputar Indonesia /Koran sindo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar