Dari Muba Untuk Muba

Blog ini bisa menjadi jendela bagi Kita, Jendela seputar kiprah, kegiatan, ide pikiran , gagasan saya dalam menjalankan tugas sebagai pemimpin daerah Kabupaten Muba. Saya Ingin Masyarakat lebih tahu sejauh mana saya menjalankan amanah ini, dalam penyajiannya Blog ini harus menyajikan info WAJAH YANG TANPA TOPENG. Semoga dapat memberi manfaat. - Salam !

Senin, 30 Januari 2012

Bung Hatta Dan Konsep Membangun Desa

Akhir-akhir ini, seiring dengan pembahasan RUU Desa, orang mulai berbicara kembali soal pembangunan desa. Banyak gagasan bermunculan soal bagaimana membangun desa ini. Salah satunya: gagasan kembali ke desa.

Jauh sebelum kemerdekaan, tepatnya antara 1935-1941, ketika hidup di tengah pembuangan di Digul dan Banda Neira, Bung Hatta sudah menulis banyak soal pembangunan desa. Gagasan Bung Hatta itu tertuang dalam salah satu tulisannya di buku “Beberapa Fasal Ekonomi”.

Hatta membuka uraiannya dengan membahas desa dan kota. Katanya, perbedaan desa dan kota di Indonesia sangat berbeda dengan konsep barat. Salah satu perbedaan utamanya adalah soal kemunculan kota. Di Indonesia, kata Bung Hatta, kota tidak muncul dari proses kemajuan dari masyarakat, melainkan karena tindakan ekonomi dari luar: kolonialisme Belanda.

Dengan demikian, sebagai konsekuensinya, kota-kota di Indonesia sangat terbuka dengan pengaruh dari luar, bahkan mengekorinya. Akibatnya, perbedaan antara desa dan kota pun sangat timpang.

Padahal, jaman itu—sampai sekarang, sebagian besar penduduk Indonesia berada atau bertempat tinggal di desa. Jika diambil perbandingan jaman itu, sekitar 70-80% penduduk Indonesia berada di desa.

Saat itu, selain digerakkan oleh pertanian dan kerajinan, ekonomi desa juga digerakkan oleh perkebunan-perkebunan kolonial. Sebagian masyarakatnya juga adalah separuh kaum tani dan separuh buruh.

Akan tetapi, desa memegang peranan penting: penghasil bahan makanan paling utama. Sementara kota hanya menghasilkan barang berupa pakaian, perhiasan, dan perdagangan.

Saat itu, kata Bung Hatta, tujuan utama penjualan hasil produksi kota adalah desa. Dengan demikian, tingkat kemakmuran rakyat desa sangat mempengaruhi tingkat permintaan terhadap barang-barang produksi dari kota. Artinya: jika orang desa hidup miskin, maka orang kota akan kehilangan pasar.

Di sinilah, saya kira, Bung Hatta berusaha menyimpulkan adanya keterikatan yang sangat rapat antara kehidupan rakyat di desa dan di kota. Di sini pula, menurut saya, Bung Hatta berusaha mencari keterkaitan antara perekonomian desa dan kota.

Jaman itu, sebagian besar produksi Indonesia adalah untuk ekspor. Tapi, seperti ditegaskan oleh Bung Hatta, semuanya itu diproduksi oleh onderneming yang ada di desa-desa. Sementara orang kota hanya kecipratan nilai tambah dari kegiatan transportasi: kereta api, mobil, dan pelabuhan.

Di sini muncul semacam paradoks. Kehidupan orang di desa, jaman itu, sangat sederhana: hanya soal makanan dan (mungkin) sandang. Hal ini berpengaruh pada standar biaya hidup yang sangat rendah pula. Sementara kehidupan di kota sangat mahal, karena ada keharusan membayar ongkos makan, sewa rumah, penerangan, transfortasi, dan lain-lain.

Ini menjadi masalah: orang kota perlu menjual barangnya hingga habis, bahkan dengan harga tinggi, supaya bisa menopang biaya hidupnya. Sementara orang desa tidak memerlukan daya beli yang tinggi untuk menopang hidupnya yang sangat sederhana dan bersahaja itu. Dalam kasus ini, seperti disimpulkan Bung Hatta, barang-barang produksi kota banyak yang tidak terjual.

Ini pula yang menjadi dasar bagi Bung Hatta menolak gagasan idealis kaum aristokrat feudal, yang bermimpi mengembalikan kehidupan desa seperti di jaman abad pertengahan: serba sederhana, subsisten, dan melarat.

Bagi Bung Hatta, solusi pembangunan desa, supaya terhubung dengan kota, adalah merasionalisasi dan mengintensifkan perekonomian desa. Di sini, bagi Bung Hatta, jalan keluar pembangunan di desa adalah modernisasi.

Dengan begitu, dalam konsep Bung Hatta, masyarakat bisa meningkatkan produktifitas, sekaligus mendapat banyak nilai tambah untuk kesejahteraannya, dan hal itu akan menopang pula ekonomi industri di kota yang pasarnya bergantung di desa.

Sumber : berdikarionline.com

3 komentar:

  1. arus moderenisasi yg masuk kedesa perlu saringan dan pengawasan karna tidak semua moderenisasi itu baik untuk di serap masayarakat desa.Barometer suatu daerah ketika moderenidsasi itu masuk adalah budaya.saya melihat di beberapa desa ketika orang mengadakan hajatan, narkoba mulai merambah disana....apa kah ini moderenisasi yg diharapkan bung hatta!!!

    BalasHapus
  2. Perlu juga difahami bahwa selain diharapkan adanya peningkatan kualitas, produktivitas dan memperoleh peluang pasar yang lebih luas, basis pembangunan perekonomian secara nasional (terutama desa) sangat ditentukan oleh integritas kepemimpinan yang memiliki komitmen besar serta tindakan nyata untuk mewujudkannya. Disamping itu, perlu membangun keterpaduan antara tiga pilar pembangunan yaitu Pemerintah, Swasta dan Masyarakat secara konsisten dan berkesinambungan. Dengan demikian, konsepsi cerdas dari Bung Hatta dapat diimplementasikan dalam bentuk kerjasama yang baik dan solid antar pihak sehingga masyarakat (khususnya di pedesaan) dapat mengembangkan kreativitas dengan dukungan semua pihak. Salam.

    BalasHapus
  3. selamat berjuang dan semoga pembangunan desa-desa dapat dirasakan kepelosok2 MUBA..AMIN

    BalasHapus

Komentar