Desa selalu indah dalam nyanyian, dalam puisi, dan dalam lukisan karena penulis lagu, penyair, dan pelukis memandang desa dari jauh, dengan jarak psikologis, untuk memilih sudut kenangan paling romantis dan personal demi mengabadikan rasa rindu. Mereka menempatkan desa pada posisi ideal, seperti cara kita mengenang pahlawan yang tak mungkin lagi berbuat dosa.
Begitulah bagaimana Mohammad Sobary, dalam Asal-Usul Kompas, menggambarkan salah satu pandangan yang tertangkap dari kata desa (dan perdesaan), romantisme. Desa dipuja sebagai suatu tempat yang asri dan damai. Ada pula yang menganggap desa sebagai tempat tinggal terpencil yang minim infrastruktur dan identik dengan hidup serba sulit (baca: miskin). Sebenarnya di Negara berkembang dan Negara maju pun ada perbedaan perspektif mengenai desa. Negara maju lebih memandang desa sebagai suatu aset lingkungan yang harus dilestarikan dengan segala utopia dan romantismenya. Sedangkan Negara berkembang memandang desa sebagai suatu bentuk daerah yang harus dieliminir karena adanya kesenjangan pola pikir masyarakatnya yang masih tradisional serta persoalan yang melingkupi desa. Hal-hal negatif tentang perdesaan semacam inilah yang seringkali dipotret orang-orang sebagai ‘realitas sosiologi’.
Padahal desa atau perdesaan merupakan bagian penting dari perencanaan. Hampir sebagian besar masyarakat Indonesia tinggal di perdesaan, namun ironisnya hal ini berbanding lurus dengan kondisi kemiskinannya, diaman kantong-kantong kemiskinan juga berada di perdesaan. Masyarakat perdesaan yang sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani, sangat sulit untuk keluar dari jerat kemiskinan. Mereka seperti terampas dari tanahnya sendiri, tidak bisa mengembangkan potensi daerahnya dan berhamburan menyerbu kota-kota besar yang semakin menimbulkan masalah di kedua belah pihak baik itu di perkotaan maupun di perdesaan yang ditinggalkan.
Desa semakin terlupakan dan tidak lagi identik dengan romantisme keindahan alam dan kemeriahan aktivitas pertaniannya. Desa seolah dianggap tidak penting dan membebani. Akan tetapi konsep seperti ini adalah konsep yang salah yang semakin membuat jurang ketimpangan antara desa dan kota menganga lebar. Ketahanan suatu bangsa sebaiknya dibangun dari daerah-daerah. Negara perlu memberikan perhatian kepada daerah agar sanggup mengembangkan potensinya dan akhirnya dapat mandiri tanpa bantuan terus-menerus.
Ada hal-hal yang memang harus dipertahankan dari perdesaan terutama kesahajaan masyarakatnya. Modern bukan berarti harus menjadi egois, meninggalkan sifat-sifat baik a la orang Indonesia, dan membiarkan adat orang timur tegerus kebudayaan lain. Bangsa yang kuat adalah bangsa yang menghargai sejarahnya, menghargai leluhurnya & asal-usulnya, sehingga karakteristik mereka sebagai suatu bangsa pun kuat, pemahaman mereka terhadap negaranya pun mendalam.
Pada hakekatnya pembangunan pedesaan adalah suatu upaya untuk mengentaskan kemiskinan dan keterbelakangan. Pembangunan pedesaan merupakan proses pengembangan kemandirian. Pengembangan kemandirian akan dapat meningkatkan pendapatan. Dan peningkatan pendapatan akan dapat menciptakan kesejakteraan keluarga dalam upaya menghindari masyarakat pedesaan dari himpitan kemiskinan akan terentaskan. Pembangunan pedesaan pada umumnya digunakan untuk menunjukkan tindakan yang diambil dan inisiatif untuk meningkatkan taraf hidup di lingkungan non-urban, pedesaan, dan desa-desa terpencil. Kegiatan pertanian mungkin akan menonjol dalam hal ini, sedangkan kegiatan ekonomi akan berhubungan dengan sektor primer, produksi makanan dan bahan baku.
Tantangan dalam pembangunan pedesaan berkaitan dengan kondisi eksternal, seperti perkembangan internasional yang berhubungan dengan liberalisasi arus investasi dan perdagangan global. Arus globalisasi yang semakin kuat perlu diimbangi dengan kesadaran bahwa mekanisme pasar tidak selalu mampu memecahkan masalah ketimpangan sumberdaya. Kebijakan pembangunan harus memberi perhatian untuk perlunya menata kembali landasan sistem pengelolaan aset-aset di wilayah pedesaan. Sedangkan tantangan internal, yaitu yang berkaitan dengan perubahan kondisi makro maupun mikro dalam negeri. Tantangan internal disini dapat meliputi transformasi struktur ekonomi, masalah migrasi spasial dan sektoral, ketahanan pangan, masalah ketersediaan lahan pertanian, masalah investasi dan permodalan, masalah iptek, SDM, lingkungan dan masih banyak lagi.
Memandang desa sebagai basis potensial kegiatan ekonomi haruslah menjadi paradigma baru dalam program pembangunan ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Perubahan kondisi internal dan ekternal yang terjadi menuntut kebijakan yang tepat dan matang dari para pembuat kebijakan dalam upaya pengembangkan potensi wilayah pedesaan. Sudah saatnya menjadikan desa sebagai pusat-pusat pembangunan dan menjadikan daerah ini sebagai motor utama penggerak roda perekonomian melalui sektor pertanian.
Desa-desa seharusnya diberi kepercayaan dan pembangunan perdesaan diberi perhatian lebih. Pembangunan infrastruktur yang memadai merupakan salah satu langkah strategis yang bisa dilakukan. Masyarakat perdesaan perlu diberikan berbagai akses kemudahaan seperti jalan untuk pemasaran hasil pertanian, akses pendidikan, kesehatan, dsb. Konsep pembangunan perdesaan bukanlah konsep pembangunan yang instan melainkan harus berjenjang dan konsisten. Pengertian yang selama ini kurang tepat, dapat kita balikan, perdesaan tidak lagi lagi identik dengan wilayah miskin. Perdesaan dapat menjadi wilayah yang mandiri yang bahkan mampu menggerakan ekonomi wilayah disekitarnya.
Membangun Desa = Membangun Republik !
dari berbagai Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar