Dinamika politik daerah memperlihatkan perkembangan negatif. Jabatan pemerintahan eksekutif dan legislatif diduduki tokoh-tokoh dari keluarga pejabat atau dari klan-klan besar. Politik kekerabatan semakin mewarnai demokrasi lokal.
Sedikitnya terdapat dua penyebab suburnya kekerabatan dalam politik lokal. Pertama, faktor kerabat petahana. Uang memegang peranan penting dalam politik sekarang ini. Tidak hanya sebagai biaya politik, uang kerap menjadi alat suap berupa money politics. Karena itu, mereka yang memiliki kekayaan besar atau berasal dari keluarga kaya, lebih mudah memenangkan pertarungan poltik daerah baik untuk jabatan kepala/wakil kepala daerah atau untuk legislative daerah. Keluarga kaya itu, di banyak daerah berasal dari keluarga dan kerabat petahana. Selain karena uang yang dimiliki, keluarga petahana memiliki akses yang lebih besar, misalnya dengan menggunakan fasilitas negara, untuk meraih kekuasaan.
Kedua, faktor historis. Laporan kompas (2/3) memaparkan dominannya klan-klan besar keturunan raja-raja di Sulawesi Tengah dalam kekuasaan di sana. Di era demokrasi, pengaruh klan-klan tersebut masih terasa. Mereka merupakan klan-klan yang kuat secara capital dan charisma sehingga ketika mereka maju dalam persaingan politik, mereka lebih mudah memenangkannya. Tidak hanya di Sulawesi Tengah, factor historis dalam kekuasaan juga muncul di daeah lainnya yang memiliki latar belakang sejarah kerajaan yang kental.
Politik kekerabatan dan klan amat berbahaya bagi demokrasi. Apalagi di saat rakyat belum seluruhnya mampu berpikir secara rasional, politik kekerabatan dan klan akan menjadi satu-satunya bahan pertimbangan dalam memilih. Jika demikian, kesamaan derajat menjadi hilang. Peluang untuk menduduki jabatan politik menjadi tidak sama bagi setiap warganegara. Politik kekerabatan dan klan ini bisa dilihat sebagai embrio pembunuh demokrasi.
Aslinya di posting di Soegeng Sarjadi Syndicates
http://cps-sss.org/2011/03/04/klan-politik-embrio-pembunuh-demokrasi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar