Dari Muba Untuk Muba

Blog ini bisa menjadi jendela bagi Kita, Jendela seputar kiprah, kegiatan, ide pikiran , gagasan saya dalam menjalankan tugas sebagai pemimpin daerah Kabupaten Muba. Saya Ingin Masyarakat lebih tahu sejauh mana saya menjalankan amanah ini, dalam penyajiannya Blog ini harus menyajikan info WAJAH YANG TANPA TOPENG. Semoga dapat memberi manfaat. - Salam !

Selasa, 05 Oktober 2010

Neososialis

Amerika Latin: Dari Teologi Pembebasan ke Sosialisme Baru

Pengantar Redaksi: Terpilihnya Fernando Lugo Mendez sebagai Presiden Paraguay meningkatkan wacana global mengenai derasnya arus sosialisme baru yang sedang menerjang Amerika Latin setelah Teologi Pembebasan. Fenomena Amerika Latin itu menjadi topik diskusi terbatas harian ”Kompas” 5 Juli lalu dengan menghadirkan pembicara Martin Bhisu (Sekretaris Pribadi Fernando Lugo ketika masih menjadi uskup), Robert Bala (pemerhati Amerika Latin), Budiman Sudjatmiko (pemerhati isu geopolitik dan geoekonomi), dan Edu Dosi (pemerhati gerakan sosial).

Setelah terpana oleh Teologi Pembebasan, dunia kembali terentak oleh gemuruh gerakan sosialisme baru di Amerika Latin. Gerakan ”sosialisme dalam praktik” sedang menerjang jauh ke dalam sudut-sudut kawasan Amerika Latin.

Selama ini sosialisme hanya menjadi ideologi dan bahan retorika kaum elite yang hanya menciptakan kesadaran palsu, atau kesadaran naif dalam istilah Paulo Freire, yang menjauhkan prinsip itu dari kenyataan hidup rakyat sehari-hari.

Pergulatan Teologi Pembebasan telah melucuti dan membongkar kepalsuan sosialisme di tingkat elite dengan mengembalikannya kepada kemurnian praktik pada kehidupan rakyat sesuai dengan istilah itu dimaksudkan.

Teologi Pembebasan ibarat lahan gembur, yang memberi ruang bagi munculnya momentum penting yang langsung merekah ketika Hugo Chavez tampil di panggung politik Venezuela tahun 1998 dengan mengusung neososialisme. Tidak tanggung-tanggung, dalam tempo 10 tahun, sembilan negara Amerika Latin menganut sosialisme baru.

Gulungan gelombang neososialisme sudah menjangkau Venezuela, Brasil, Ekuador, Argentina, Cile, Peru, Nikaragua, Uruguay, dan Paraguay. Spiritualitas sosialisme baru itu juga mulai terasa kencang di Kuba sebagai lahan kering penganut sosialisme ideologis.

Lokomotif gerakan ”sosialisme dalam praktik” terus menarik gerbong-gerbong baru. Gerakan sosialisme mendapat angin kuat di kawasan Amerika Latin, yang diduga akan membawa angin sepoi ke seluruh dunia.

Gerakan sosialisme baru di Amerika Latin termasuk fenomenal setelah entakan hebat Teologi Pembebasan yang berkembang sejak awal tahun 1970-an. Semula gerakan neososialisme menimbulkan sinisme di tengah proses deideologisasi global setelah komunisme dicampakkan di Uni Soviet awal tahun 1990-an.

Sempat muncul keraguan, jangan-jangan Chavez seorang demagog, pandai beretorika tentang sosialisme, tetapi sebenarnya tidak beda dengan tokoh populis, seperti Joseph Estrada di Filipina, yang penuh korup.

Bahkan Chavez dituduh berilusi, sedang mencari sensasi di tengah dunia yang sedang mendiskreditkan sosialisme setelah kehancuran Uni Soviet pada pengujung tahun 1990. Bagi yang terpaku kepada pemahaman sosialisme sebagai ideologi, pernyataan Chavez semula dinilai ketinggalan zaman.

Semua terperangah

Namun, di luar dugaan, Chavez yang mengusung neososialisme tiba-tiba memenangi pemilihan presiden Venezuela tahun 1998. Sulit dijelaskan mengapa seseorang yang menjual sosialisme sebagai ideologi kusam yang sudah dicampakkan meraih kemenangan pemilu.

Reaksi terperangah bertambah karena Chavez bukan datang dari lingkungan elite atau partai politik yang telah lama mendominasi kehidupan bangsa dan negara. Chavez justru datang dari pinggiran sebagai seorang prajurit pemberontak, tetapi kemudian bergerak ke tengah bersama kawanan rakyat yang mengandalkan kemandirian berdasarkan spiritualitas Teologi Pembebasan.

Kemandirian itu juga dilakukan dalam perekrutan kepemimpinan. Jika selama ini pemimpin datang atau didatangkan dari atas, dari lingkungan elite, kini pemimpin lahir dari kawanan mereka sendiri.

Pengalaman selama ini sudah sangat mengecewakan karena harapan perubahan yang diserahkan kepada kepemimpinan kaum elite dan partai-partai politik sering dikhianati, bahkan rakyat miskin senantiasa dijadikan korban di altar penindasan dan pengisapan penguasa.

Chavez termasuk salah satu pemimpin yang lahir dari kawanan rakyat kebanyakan. Tanpa dukungan modal, partai besar, dan media massa, Chavez dan pemimpin sosialis Amerika Latin dapat merangkak naik menjadi pemimpin nasional.

Sumber kekuatan satu-satunya terletak pada rakyat yang mampu menghimpun diri, yang semula menjadi kelompok penekan dan kemudian melakukan transformasi vertikal sebagai kekuatan politik dan basis suara pemilihan.

Gerakan politik dari bawah, dari akar, ini tak hanya merontokkan kemapanan kelompok status quo, tetapi juga menampilkan pemimpin yang memihak kepentingan rakyat secara nyata.

Pengalaman Amerika Latin selama 10 tahun memperlihatkan juga kejatuhan kelompok yang mapan bukan melalui jalur revolusi atau pemberontakan, tetapi melalui pragmatisme etis yang menekankan kesejahteraan rakyat banyak.

Segera terlihat, sosialisme baru yang dimotori Chavez terbukti bersifat organik, hidup, dan bermanfaat bagi masyarakat. Lebih menarik lagi, Chavez tidak lupa diri ketika berada tinggi di panggung kekuasaan. Sekalipun kekuasaan memabukkan yang sering membuat politisi lupa diri dan lupa rakyat, Chavez mampu menjaga komitmennya.

Secara regional, Chavez menjadi ikon gerakan sosialisme baru yang berorientasi kepada praktik. Namun, kiprah kepemimpinan Chavez juga mengundang ketidaksenangan kelompok yang mapan. Upaya menggulingkan Chavez terjadi tahun 2002, tetapi posisinya tak tergoyahkan karena rakyat mendukungnya.

Secara global, gerakan Chavez dan kawan-kawan menimbulkan perlawanan keras, terutama pada penganut kapitalisme dan neoliberalisme. Amerika Serikat sebagai kampiun kapitalisme dan liberalisme dibuat frustrasi oleh langkah Chavez, yang memang secara vokal mengecam kebijakan AS.

Pengaruh AS di kawasan itu pun terus dipersempit oleh gerakan sosialisme dalam praktik, yang telah mengepung Amerika Latin. Bunyi gemuruh gerakan neososialisme benar-benar sudah mengganggu adidaya AS.

Rikard Bagun, KOMPAS Minggu, 10 Agustus 2008

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/08/10/02133156/dari.teologi.pembebasan.ke.sosialisme.baru

* * *

Amerika Latin: Gemuruh Simfoni Sosialisme

KOMPAS, Minggu, 10 Agustus 2008

Rikard Bagun

Gerakan sosialisme baru di Amerika Latin sebenarnya hasil perjalanan panjang dalam upaya merevisi model kapitalisme buas yang sudah gembos. Selain Kolombia, El Salvador, dan Peru, seluruh negara Amerika Latin sedang berada dalam orkes besar memainkan simfoni sosialisme baru. Benar-benar gemuruh!

Dengan mengusung neososialisme atau sosialisme baru, atau juga sosialisme abad ke-21, Amerika Latin ingin menantang apa yang disebut neokapitalisme global atau neoliberalisme. Neososialisme menjadi antitesa neoliberalisme.

Agar ajaran sosialisme baru itu bisa dijalankan, kekuasaan harus direbut, bukan dengan revolusi atau pemberontakan, tapi melalui perekrutan pemimpin alamiah yang berakar dan berpijak pada rakyat.

Setelah terpilih sebagai presiden, pemimpin rakyat ini dalam kapasitas sebagai kepala negara dan pemerintahan diberi peran sebagai regulator pertumbuhan ekonomi mikro maupun makro, hal penting yang diabaikan kapitalisme.

Namun, pemimpin yang lahir dari rakyat itu tidak dibiarkan bergerak tak terkendali, tapi terus dikawal oleh jaringan sociadad civil, masyarakat warga, civil society. Sekalipun sociadad civil tidak berperan sebagai regulator langsung, tapi sangat berperan strategis memengaruhi pemerintah dalam mengambil kebijakan publik, terutama dalam bidang ekonomi dan politik.

Maka, pemberdayaan sociadad civil merupakan paket utama neososialisme Amerika Latin. Masyarakat warga tidak hanya berperan sebelum, tapi lebih-lebih selama berkuasa pemerintahan sosialis.

Kelompok masyarakat ini memberi kawalan untuk menjamin stabilitas pemerintahan yang secara informal melalui dukungan massa yang terus diperluas maupun secara formal melalui wakil-wakil rakyat di parlemen.

Sekadar ilustrasi, Lula da Silva di Brasil mendapat dukungan bukan hanya dari Partai Buruh dan Partai Komunis, tapi juga dari ratusan organisasi sosial, termasuk komunitas basis Gereja. Adapun Chavez di Venezuela mendapat dukungan massa dan melanggengkan hegemoni massa dengan politik petrodollar yang berorientasi pada kepentingan rakyat.

Begitu juga dengan Evo Morales di Bolivia, yang mendapat dukungan kaum tani, suku-suku asli, ditambah dengan politik kedaulatan energi melalui nasionalisasi seluruh perusahaan gas alam dan minyak yang sebelumnya dikuasai perusahaan multinasional.

Sementara di Ekuador, Rafael Correa berpijak dan bersandar pada gerakan sosialis suku-suku asli setempat. Di Uruguay, Tavare Vazquez mendapat dukungan dari kelompok-kelompok sosialis anti-imperium ekonomi adidaya Amerika Serikat.

Juga menarik disoroti bagaimana Daniel Ortega di Nikaragua kembali berkuasa karena efek trauma atas model ekonomi kapitalis yang membuat negara tersebut semakin miskin dalam 18 tahun terakhir.

Perlu pengamatan serius pula model neososialisme di Cile, lebih-lebih karena mendapat dukungan mayoritas dari partai-partai moderat dan partai berhaluan kanan (fanatik terhadap model kapitalisme).

Sedangkan kemenangan Peronisme di Argentina yang diwakili Cristina Fernandez, yang mengambil alih estafet kekuasaan dari suaminya, merupakan tanda penolakan terhadap resep-resep pertumbuhan ekonomi ala Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia.

Sudah jelas pula Dinasti Castro dengan sistem pemerintahan satu partai (Partai Komunis Kuba), merupakan bentuk ekstrem sikap penolakan terhadap semua yang berbau AS dengan sebutan peyoratif, imperialisme yangqui.

Sosialisme kawasan

Sekalipun pada permukaan terkesan setiap negara memiliki unsur khas, tetapi sesungguhnya secara umum pengalaman historis yang merupakan benang merah pemersatu dalam mencari identitas Amerika Latin.

Kecuali Brasil sebagai bekas koloni Portugis, seluruh negara Amerika Latin adalah bekas koloni Spanyol yang dalam konstruksi jati dirinya sebagai bangsa sering terbentur pada peninggalan kolonial secara khusus yang berhubungan dengan sistem pemilihan tanah yang tidak adil oleh latifundista, pemilik tanah di atas 100 hektar, yang umumnya dilegitimasi melalui hukum formal sebagai hak milik pribadi.

Perombakan struktur kepemilikan tanah, landreform, merupakan usaha panjang yang menjadi salah satu tujuan perjuangan organisasi-organisasi sosial dan tokoh seperti Fernando Lugo yang terpilih menjadi Presiden Paraguay.

Tantangan lainnya adalah perbenturan peradaban dan kemanusiaan antara penduduk asli Indian dan keturunan budak Afrika, afroalatinoamericano, dengan kolonialisme. Sampai sekarang penduduk asli dan keturunan Afrika menanti kemerdekaan kedua dari kapitalisme yang menurut mereka sama dengan kolonialisme baru.

Kedua kelompok masyarakat ini memandang sosialisme baru sebagai wadah perjuangan untuk mengembalikan hak-hak mereka yang telah hilang.

Gerakan sosialisme itu pula dikonotasikan bersemangat melawan dominasi AS atas para tetangganya di selatan. AS ingin menjadikan Amerika Latin sebagai salah satu wilayah strategis dari politik ekonomi pasar bebas AS, tapi mendapat tantangan keras Amerika Latin dengan pembentukan Pasar Umum Amerika Latin (Mercado Comun del Sur atau MERCOSUR).

Secara ke dalam, negara-negara Amerika Latin juga melakukan perjanjian bilateral untuk melindungi invasi atau dominasi AS dalam bidang perdagangan dan jasa.

Tidak kalah menarik pula, neososialisme Amerika Latin bersifat pragmatis, bukan ideologis. Berbeda dengan sosialisme atau komunisme di China, Vietnam, dan Korea Utara yang menjadi ideologi tertutup, sosialisme di Amerika Latin identik dengan kerakyatan.

Banyak nilai positif dari kapitalisme diadopsi dan dipadukan dengan sosialisme yang selalu berorientasi pada kepentingan rakyat sebesar-besarnya. Misalnya, pengakuan dan penerapan teknologi Barat, mengambil keuntungan dari globalisasi, penerapan investasi barang, jasa, serta privatisasi dengan saham yang dimiliki asing tidak boleh lebih besar daripada milik negara.

Jelas sekali, neososialisme Amerika Latin bersifat pragmatis dan lebih terbuka, tidak eksklusif dan lebih dinamis dengan orientasi pencapaian bien comun, kesejahteraan umum.

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/08/10/01184938/gemuruh.simfoni.sosialisme

* * *

Sosialismenya Venezuela Jauh Lebih Bagus

Senin, 21 April 2008

Laporan redaktur Radio Nederland Wereldomroep Marijke van den Berg dari Caracas

Sosialisme yang satu jelas bukan sosialisme yang lainnya. Venezuela sekarang bersohib kental dengan China. Walau begitu, orang Venezuela lebih suka bicara tentang sosialisme mereka sendiri, yang mereka juluki ‘sosialisme untuk abad 21’.

BUKU merah karya Mao Zedong, pemimpin China zaman dulu, sudah sulit diperoleh di Venezuela. Sebelum presiden Hugo Chávez mengkhotbahkan revolusinya, di pasar loak Caracas buku merah itu masih berserakan. Tetapi sekarang sudah jarang terlihat. Di negara yang kata “revolusi” dengan mudah terlontar seperti ucapan selamat pagi, semua buku Mao dan Lenin sangatlah penting untuk dipelajari.

Chávez memandang China sebagai saudara tua yang membantu memandirikan negaranya dari imperialisme Amerika. Yang ingin dicapai presiden Venezuela adalah minyak Venezuela ke China dan sebagai imbalannya teknologi serta modal China ke Venezuela.

Bukan Tiruan

Walau begitu, orang Venezuela tetap punya kebanggaan. Sosialisme mereka berbeda dan lebih cocok dengan zaman sekarang ketika tatanan dunia sudah jauh berbeda. Pada tatanan dunia ini bukan hanya Amerika yang berkuasa. Lagi pula, dunia sekarang sudah terbelah dalam pelbagai blok kekuasaan. Bukannya tanpa alasan kalau sosialisme à la Venezuela diberi nama sosialisme abad 21. Itu bukan semata-mata meniru sosialisme lain, juga bukan cuma meniru sosialismenya China.

Tapi itu tidaklah berarti tidak ada persamaan. Demikian diungkapkan Mei Hung, pakar sosiologi yang baru menyelesaikan studinya. Dia juga dikenal sebagai Chávist, pengikut setia Chávez. “Mao ingin menghidupkan nasionalisme China dan memperjuangkan nasib orang miskin. Chávez juga begitu. Tapi kalau Mao melawan tuan tanah, maka Chávez justru melawan neo-liberalisme.”

Setan Terbesar

Itulah setan terbesar Venezuela: neo-liberalisme dengan “setan” Bush sebagai kepalanya. Justru dalam soal ini China malah tidak kelihatan. Begitu diungkapkan Gabriel Gil, presiden direktur CatiaTV, pemancar televisi pro Chávez di Caracas. Ia mengamati perkembangan China dengan was-was. “Sejak kematian Mao, di China berkembang semacam sosialisme pasar dan dengan begitu mereka menyimpang dari sosialisme yang sebenarnya.”

Menurut Gil, China mengizinkan terlalu banyak investor Amerika. Akibatnya China sepenuhnya bergantung pada imperialisme Amerika. Itulah contoh terbaik bagaimana sosialisme bisa begitu salah kaprah, kata Gil.

Oscar Negrin bekerja untuk partai pimpinan Chávez, sebagai ketua RT di wilayah kumuh Manicomio. Ia berupaya mendirikan dewan tetangga dan komite-komite lain yang berupaya meningkatkan kesejahteraan warga Manicomio. Kalau kaum miskin dan kaum buruh bersatu dan mengangkat suara mereka, maka ’sosialisme abad 21′ akan bisa berkembang, demikian Negrin.

Kekuasaan untuk Rakyat

Oscar Negrin tidak terlalu memikirkan ’sosialismenya China.’ “Di Venezuela, imperialisme Amerika hanya membawa kelaparan dan kemiskinan. Saya berpendapat, sosialisme berhasil memperbaiki kehidupan di sini. Tetapi bisa saja kita berangkat menuju negara komunis, seperti China. Apa pun hasilnya nanti, yang penting kekuasaan harus tetap di tangan rakyat.”

Menurut Mei Hung yang keturunan Tionghoa kelahiran Venezuela, kedua negara saling ingin tahu bagaimana bentuk nasionalisme mereka masing-masing. “Di Venezuela berdatangan orang China untuk mempelajari sosialisme. Sebaliknya orang Venezuela bertandang ke China untuk hal serupa.”

Sebagai Chávist, pengikut setia Hugo Chávez, Mei Hung yakin bahwa sosialismenya Venezuela yang lebih baik. Dan walau pun dia sendiri keturunan Tionghoa, ia tidak keberatan untuk menjelaskan kepada orang China apa yang terjadi di Venezuela. Dengan begitu dia bisa ikut membantu ‘memperkaya dunia dengan gagasan sosialisme abad 21.’

http://www.kompas.com/read/xml/2008/04/21/05225689/sosialismenya.venezuela.jauh.lebih.bagus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar