Dari Muba Untuk Muba

Blog ini bisa menjadi jendela bagi Kita, Jendela seputar kiprah, kegiatan, ide pikiran , gagasan saya dalam menjalankan tugas sebagai pemimpin daerah Kabupaten Muba. Saya Ingin Masyarakat lebih tahu sejauh mana saya menjalankan amanah ini, dalam penyajiannya Blog ini harus menyajikan info WAJAH YANG TANPA TOPENG. Semoga dapat memberi manfaat. - Salam !

Minggu, 09 Agustus 2009

Partai yang kerap disebut partainya wong cilik itu dikabarkan merapat ke Cikeas.


INI bukan kejadian biasa. Usai berpidato Susilo Bambang Yudhoyono turun panggung. Hari itu di Senayan, Senin 3 Agustus 2009. Para ajudan sigap di samping sang presiden. Jarum jam sudah mematut bilangan sebelas lebih 15 menit. Segenap anggota dewan sudah berdiri.

Tapi Yudhoyono tidak langsung keluar pintu sebagaimana biasanya. Dia menghampiri jejeran depan anggota dewan. Sejumlah petinggi dewan yang duduk di depan berdiri. Memberi senyum.

Tapi bukan mereka yang dituju sang presiden. SBY melangkah ke sebelah kanan. Lalu menyalami pria berbadan besar dan berambut perak itu, Taufiq Kiemas. Taufiq adalah suami Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI Perjuangan.

Dalam partai itu, Taufiq menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Partai. Dan cuma dia yang disalami SBY. Sebab sesudah itu presiden melangkah pergi.

Sejatinya hari itu presiden membacakan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2010, tapi yang ramai digunjingkan khayalak politik adalah pertemuan singkat SBY dengan Taufiq Kiemas itu. Bahwa partai yang kerap disebut partainya wong cilik itu merapat ke Cikeas.

Sinyalemen merapat ke Cikeas itu sudah meriah dua pekan sebelum adegan singkat di Senayan itu. Saat itu beredar pesan singkat (SMS) atas nama Taufiq Kiemas. Pesan itu ditujukan pada kader PDI Perjuangan.

Isinya: “Arahan Ketua Deperpu (H Taufiq Kiemas). Diperintahkan kepada seluruh kader PDIP untuk sepenuhnya tunduk kepada keputusan DPP dan Deperpu. Sikap oposisi selama lima tahun ternyata tidak membuat kita dekat dengan rakyat. Oleh karenanya, diperlukan langkah nyata untuk kembali dekat dengan rakyat dengan cara membuka diri berkoalisi dengan presiden yang dipilih rakyat. Salam merdeka.”

Pesan pendek itu dibantah oleh beberapa kader PDI Perjuangan. Mereka menyebut itu SMS palsu. Namun, usai bersalaman dengan SBY, isyarat politik Taufiq Kiemas justru kian terang benderang. Dia mengaku mendukung pidato SBY soal rencana anggaran itu. Selain itu, dan ini yang terpenting, Taufiq berujar, “Insyaallah, masuk kabinet.”

Meski begitu Taufiq menolak rincian tentang berapa kursi yang akan diperoleh PDI Perjuangan di kabinet. “Kalau minta, itu namanya nodong presiden,” ujarnya. Pokoknya, lanjutnya, partainya membuka diri jika diminta SBY duduk di kursi kabinet.

***

Merapatnya hubungan PDI Perjuangan dengan Demokrat itu, sesungguhnya berita baru. Beberapa hari setelah pemilihan Legislatif yang digelar 9 April lalu, dua kubu politik yang pernah berseteru ini saling melirik.

Presiden SBY pernah mengirim Menteri Sekretaris Negara Hatta Radjasa ke rumah Megawati di Teuku Umar. Dia diterima Megawati dan petinggi partai itu. Menurut Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Pramono Anung, kedatangan Hatta itu untuk menjalin langkah koalisi.

Sesudah pertemuan di Teuku Umar itu, sejumlah petinggi PDI Perjuangan, datang ke rumah SBY di Cikeas. Pertemuan ini ditutup rapat dari media. Sejumlah petinggi PDI Perjuangan membantah adanya pertemuan itu.

Tapi salah seorang pengurus Demokrat, Ruhut Sitompul, menegaskan bahwa “Pertemuan itu ada tapi bukan dengan Tim Sembilan.” Tim Sembilan adalah tim yang bertugas mencari calon wakil presiden SBY.

Setelah pemilihan presiden dimenangkan paket SBY dan Boediono, pembicaraan soal merapatnya PDI Perjuangan ke Cikeas itu juga masih ramai. Dan kian kencang setelah Taufiq mengeluarkan statemen di Senayan, Senin 3 Agustus itu.

Walau menimbulkan kontroversi di PDI Perjuangan, petinggi Partai Demokrat menyambut baik perkembangan politik ini. Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat, Andi Mallarangeng menegaskan bahwa kompetisi presiden sudah selesai. Sekarang adalah saatnya bersilahturahmi.

Memang, kata Andi, ada kalanya masa-masa berkompetisi, dan ada waktunya menghentikan kompetisi. Intinya, SBY-Boediono dan Demokrat siap bekerjasama dengan siapa pun. "Kami menghormati sikap mereka yang ingin melakukan oposisi. Tapi kami tetap membuka ruang bagi siapa pun yang ingin melakukan kerjasama," kata Andi.

Sikap terbuka juga ditunjukkan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Ahmad Mubarok. Menurut Mubarok, peluang kader PDI Perjuangan direkrut dalam kabinet SBY sangat terbuka lebar. Walau demikian Mubarok mengaku itu semua merupakan hak SBY sebagai presiden.

Sikap ini, kata Mubarok, tak hanya ditujukan pada PDI Perjuangan. Tetapi juga Golkar. Walau demikian, Mubarok memberi catatan. Menurutnya, jumlah kursi kabinet yang akan diperoleh PDI Perjuangan tidak akan banyak. “Jumlahnya pasti tidak sama dengan partai-partai yang berkeringat,” kata Mubarok. Partai berkeringat yang dimaksud adalah partai-partai koalisi pendukung pasangan SBY-Boediono.

Namun, keinginan terbuka Taufik Kiemas untuk bergabung dalam kabinet menimbulkan guncangan pada partai pendukung SBY-Boediono. Paling tidak hal ini tercermin dari sikap Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Ketua Umum PKS, Tifatul Sembiring, termasuk yang tidak setuju PDI Perjuangan masuk ke kabinet SBY. “Menurut saya, PDI P dan Golkar lebih baik menjadi oposisi,” kata Tifatul. Pada kabinet 2004, PKS menempatkan dua kadernya sebagai menteri. Mereka adalah Menteri Pertanian Anton Apriantono dan Menteri Pemuda dan Olahraga Adyaksa Dault.

PDI Perjuangan dan Golkar, kata Tifatul, jadi oposisi agar terjadi check and balances. Lagi pula, masuknya gerbong PDI Perjuangan ke koalisi, tidak etis dan tidak baik. “Jangan berselancar di atas keringat orang lain,” kata Tifatul mengingatkan.

Berbeda dengan penolakan keras PKS, partai pendukung SBY-Boediono lainnya lebih bersikap diplomatis. Salah satunya ditunjukkan oleh M. Lukman Edy, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Kedaulatan Bangsa (PKB).

“Saya setuju-setuju saja,” kata Lukman Edy. Dia juga tak khawatir jatah kursi kabinet PKB akan tergerus dengan masuknya PDI Perjuangan. Menurut Edy, yang menjadi kepedulian partai-partai pendukung SBY bukanlah kursi kabinet semata. Namun persoalan utamanya adalah membangun pemerintahan yang kuat dan efektif.

Berapa jumlah kursi yang diincar PKB, Lukman menolak menyebutnya. Partai ini mengaku seratus persen pasrah kepada SBY. Pada Kabinet Indonesia Bersatu, partai ini mendapat jatah dua kursi di kabinet. Yakni kursi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno dan Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal M. Lukman Edy.

Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Irgan Chairul Mahfiz, juga menjawab secara diplomatis. Menurutnya, “PPP tidak dalam posisi menerima, menolak atau mendorong kebijakan itu.” Menurut Irgan, hal itu adalah hak prerogatif SBY sebagai presiden.

PPP juga tidak khawatir jatah kursi kabinetnya akan dicaplok PDI Perjuangan. PPP sendiri menempatkan dua kadernya di Kabinet Indonesia Bersatu SBY. Mereka adalah Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Suryadharma Ali dan Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah.

Sikap senada juga ditunjukkan Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan. “Saya kira itu ada bagusnya,” kata Zulkifli. Alasannya, kalau PDI Perjuangan ikut koalisi SBY, maka dukungan di parlemen juga jadi lebih besar.

PAN pun tidak terlalu khawatir kursi kabinet akan berkurang karena masuknya PDI Perjuangan. Menurut Zulkifli, mengenai kursi PAN semuanya terletak pada hak prerogatif SBY selaku Presiden. Pada tahun 2004, PAN memperoleh dua kursi kabinet. Mereka adalah Menteri Pendidikan Bambang Sudibyo dan Menteri Sekretaris Negara Hatta Radjasa.

Golkar sendiri tak mau berkomentar atas isyarat politik Taufiq Kiemas. Walau terjalin dalam koalisi besar oposisi, Golkar merasa masuknya PDI Perjuangan dalam kabinet SBY, bukan urusan mereka. “Kita tidak ingin ikut campur,” kata politisi Partai Golkar, Indra J. Piliang.

Yang jelas, kata Indra, Golkar memilih berada di luar pemerintah. Hal ini, kata Indra, tercermin dari pernyataan Aburizal Bakrie, Surya Paloh dan Yuddi Chrisnandi yang sudah menyatakan hendak maju sebagai Ketua Umum Golkar.

Walau demikian, Indra mempersilahkan SBY mengambil kader Golkar di dalam kabinet. Alasannya, itu hak pribadi kader Golkar. Tetapi secara institusi, Indra merasa lebih nyaman Golkar berada di luar pemerintah. Alasannya, “Pemerintahan yang terlalu kuat berbahaya bagi demokrasi.”

***

Ribut di kalangan partai koalisi Cikeas, ribut pula di dalam partai di kandang banteng sendiri. Para pengurus di daerah terbelah sikapnya dengan langkah politik Taufiq Kiemas itu.

Pengurus sejumlah daerah menilai koalisi dengan SBY-Boediono itu bukan barang haram. Apalagi jalinan koalisi sudah dirajut sebelum pemilihan presiden digelar. Pengurus PDI Perjuangan Kalimantan Selatan, misalnya, mendukung penuh rencana itu. “Tidak masalah kalau PDI Perjuangan bergabung dengan Partai Demokrat,” kata Bahrudin Syarkawi, Ketua DPD Kalimantan Selatan.

Sokongan juga datang dari pengurus Sulawesi Utara. Petinggi partai itu di sana menegaskan bahwa sama sekali tidak ada halangan untuk merapat ke Cikeas. “Soal koalisi tidak ada yang haram. Sepanjang terbangun dengan platform dan ideologi yang sama,” kata Franki Wongkar, Ketua DPD PDI Perjuangan Sulawesi Utara.

Sejumlah petinggi daerah yang menolak berkongsi dengan Demokrat beralasan bahwa partai itu lebih terhormat menjadi oposisi. “PDIP lebih terhormat kalau tetap mengambil sikap oposisi,” kata Komaruddin Watubun, Ketua DPD PDI Perjuangan Papua.

Sikap serupa diserukan oleh pengurus partai itu di Jambi. Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) daerah itu, Irsal Yunus, mengaku bahwa semua pengurus di Jambi lebih senang jika partainya berada di luar dan membangun oposisi yang kuat.

Bahkan pengurus di Sumatera Barat, Alexander Indra Lukman, mengaku heran dengan wacana merapatnya PDIP ke kubu SBY. Alexander, ketua di Sumatera Barat, menegaskan, “Tidak ada keinginan itu.”

Langkah politik Taufiq Kiemas juga ditentang politisi partai itu di Senayan. Langkah Taufiq, kata Aria Bima, hanyalah sikap pribadi, bukan institusi partai. Sebab keputusan institusi, lanjutnya, ada di tangan Megawati Soekarnoputri.

Partai itu baru mengambil sikap setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan sengketa Pilpres. Itu pun, lanjut Bima, “Putusannya masih sama. Menjadi oposisi.” Keputusan menjadi oposisi itu sesuai dengan keputusan Kongres partai tahun 2005.

Bila ada kader partai yang direkrut SBY, sebaiknya tidak atas nama partai. Sebab itu bukan promosi bagi PDI Perjuangan. “Tapi sebuah upaya kooptasi,” kata Aria Bima.

Sebagaimana ditulis vivanews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar