Dari Muba Untuk Muba

Blog ini bisa menjadi jendela bagi Kita, Jendela seputar kiprah, kegiatan, ide pikiran , gagasan saya dalam menjalankan tugas sebagai pemimpin daerah Kabupaten Muba. Saya Ingin Masyarakat lebih tahu sejauh mana saya menjalankan amanah ini, dalam penyajiannya Blog ini harus menyajikan info WAJAH YANG TANPA TOPENG. Semoga dapat memberi manfaat. - Salam !

Sabtu, 17 Maret 2012

Deng Xiaoping, Bapak Pembangunan Ekonomi Cina


HARUSLAH diakui orang besar Cina yang paling banyak disebut setelah Mao Zedong adalah Deng Xiaoping, Lelaki pendek menurut ukuran Asia ini menaiki tangga politik tidak sampai ke puncak setelah melalui jalan beliku, terjal, dan berbatu-batu. Nyaris tidak ada tokoh politik Cina yang menaiki tangga kariernya seperti Deng. Ia naik turun, seperti roda pedati yang sedang berjalan. Sekali-sekali di puncak, sesekati di tengah, dan kemudian berada di tempat paling bawah. Pernah menjadi teman dekat Mao, tetapi juga pernah menjadi lawan politiknya yang paling dibenci. Ketika Revolusi Kebudayaan meletus tahun 1966, korban pertama yang kena babat adalah Deng. Setelah ia bare Peng Zen, Liu Shaoqi dan yang lain-lain. Sampai-sampai tokoh besar seperti Deng dipaksa bekerja di ladang di desa-desa pedalaman dan tidur di kandang sapi. Itulah revolusi yang oleh Mao sendiri disesali dan dianggap sebagai “perang saudara”.

Tidak disangsikan lagi, Deng seorang komunis tulen seperti juga Mao dan tokoh-tokoh lainnya di Cina. Tetapi berbeda dengan “sang ketua”, Deng tidak menganggap politik sebagai panglima. Bagi Deng, barangkali, pandangan politik haruslah komunis, tetapi ekonomi tidak harus. Sebab tujuan pembangunan ekonomi Cina adalah kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Tidak peduli apakah untuk itu ditempuh “jalan kapitalis”. Ada ungkapan terkenal dari Deng yang sering disitir jika orang menulis tentang dirinya. “Tidaklah penting apakah kucing itu berwarna hitam atau putih. Sejauh kucing itu mampu menangkap tikus, itulah kucing yang baik.” Konon Ketua Mao marah besar ketika mendengar itu. Bisa saja Deng dianggap tidak sepenuhnya memeluk ideologi komunis. Menjadi komunis tentu tidak boleh setengah hati. Komunis dalam politik, juga komunis dalam ekonomi. Mungkin itulah yang dikehendaki Mao. Tapi rupanya Deng tidak peduli, sebab bagi Deng, kata seorang penulis “komunisme bukan kemelaratan”. Dan terbukti pada akhirnya Denglah yang benar. Bahkan ada yang mengatakan mungkin ini agak berlebihan bahwa Deng sukses dibanding Mao. Dalam hal ekonomi tentu. Sekali pun ia pernah diejek dengan kata-kata sinis sebagai “penempuh jalan kapitalis.” Namun jalan itulah yang juga ditempuh para ekonom Cina dewasa ini.

Berkat pandangan-pandangan Deng yang “kapitalistis” itulah reformasi ekonomi di Cina Daratan bergemuruh. Tidak berlebihan jika dikatakan Deng melakukan lompatan yang luar biasa. Sehingga ada juga yang mengatakan, sesungguhnya Deng lebih berhasil dibanding Mao dalam membawa kemajuan di Cina. Mengingat sejarahnya yang jatuh bangun keberhasilan yang dicapai sesungguhnya tidak kecil. Sejak kanak-kanak, sekali pun ia lahir dari keluarga kaya, Deng peka terhadap penderitaan rakyat. Ia nyaris seperti Budha yang sedih melihat penderitaan orang lain. Orangtuanya pernah berharap Xiansheng atau Deng kecil menjadi pendeta. Tapi rupanya Deng memilih jalan lain, politik. Hanya saja ia politikus yang menganggap politik bukan segala-galanya. Baginya politik bukan panglima. Perhatian Deng lebih pada ekonomi. Bisa dibilang kalau Mao sangat “politik”, maka Deng sangat “ekonomi”. Kecenderungan ekonominya memang sangat besar, sampai-sampai ia tidak peduli, apakah jalan yang ditempuh melenceng dari Marxisme-Leninisme, sehingga tidak disukai Ketua Mao. Lelaki kelahiran Paifangchun, propinsi Sichuan ini, awal 1960 bersama Presiden Liu Shaoqi yang berpandangan sama menciutkan anggaran Partai Komunis Cina untuk mengatasi kelaparan yang melanda rakyat. Untuk itu banyak proyek dibatasi anggarannya bahkan ditunda, karena dana yang ada digunakan untuk membeli enam juta ton gandum. Deng dan Shaoqi bisa agak bebas mengambil kebijaksanaan karena waktu itu ia menjabat Sekjen Partai Komunis Cina sedang Liu Shaoqi adalah presiden.
Dalam membangun ekonomi Cina, Deng sesungguhnya menghadapi tantangan berat karena yang dihadapi sang ketua sendiri, Mao Zedong yang mempunyai kekuasaan luar biasa, kharismatik, dan nyaris tak bisa dilawan. Bisa jadi Mao memang mulai merasa bahwa kelak Deng akan menjadi saingan beratnya baik di dalam partai maupun pemerintahan, karena ternyata laki-laki pendek dari Paifangcun itu juga punya pengikut. Waktu itu banyak pemimpin muda Cina yang segaris dengan Deng dalam hal prinsip ekonomi. Maka barangkali karena pengaruh Jiang Qing pula Deng menjadi orang pertama yang harus dibabat dalam Revolusi Kebudayaan. Semua jabatan baik dalam partai maupun pemerintahan ditarik. Deng menjadi sasaran hujatan dan harus menjalani pengasingan di pedalaman Nanchang. Bahkan anak laki-lakinya, Deng Pufang, seorang mahasiswa yang cerdas mengalami siksaan yang berat dari pengawal merah sehingga mengalami kelumpuhan. Mao memang tidak menghabisi sama sekali Deng. Nasibnya juga tidak setragis Liu Shaogi yang meninggal di dalam tahanan. Konon. Deng diselamatkan oleh sahabatnva PM Zhou Enlai yang berhasil “membujuk” Mao agar Deng diampuni. Dalam The New Emperror. Salisbury menulis bahwa Mao sesungguhnya tidak ingin menghabisi sama sekali lawan politiknya itu. Sang Ketua hanya ingin memperingatkan Deng agar tidak terlalu keras kepala. Atau barangkali Mao hanya ingin menunjukkan kalau Deng jangan coba-coba melawannya.

Sang Ketua ingin mengatakan bahwa dirinyalah yang lebih berkuasa dibanding siapa pun di Cina.Namun sekapitalis atau katakanlah semoderatnya Deng Xiaoping, ia seorang komunis yang tetap akan menegakkan komunisme dan membela ideologi tersebut dari rongrongan siapa pun juga. Buktinya Deng pula yang memerintahkan tentara untuk memberantas para mahasiswa pengunjuk rasa di Tiananmen karena dianggap sudah kelewat batas dan membahayakan sendi-sendi komunisine.”Mereka akan menyingkirkan Partai Komunis dan sistem sosialis”, katanya dalam wawancara televisi. Orang kemudian tahu terpaksa atau tidak Deng “bersekutu” dengan tokoh-tokoh garis keras dan militer untuk “memerangi” para pengunjuk rasa yang sebagian besar mahasiswa. Para pengamat kemudian menyebut Deng seorang “reformis-konservatif”. Konon 1989 itu dianggap “tahun kekalahan” bagi Deng dalam persaingan dengan tokoh-tokoh garis keras. seperti Yang Shangkun. Apalagi orang-orang dekat Deng, seperti Yhao Ziyang, sekjen partai yang pro-mahasiswa dipaksa mundur dari gelanggang politik. Namun lepas dari kekuatan dan kelemahannya, tidak bisa dipungkiri Deng Xiaoping adalah orang besar Cina setelah Mao. Cita-citanya yang tak pernah padam adalah melihat Cina yang kaya dan makmur.

Komunisme, katanya, tidak identik dengan kemelaratan. Orang tidak tahu persis apakah Deng tokoh yang benar-benar moderat, yang jelas pada 1970-an ia pernah membangun “Dinding Demokrasi”. Di sini rakyat boleh menyampaikan kata hati termasuk mengkritik partai dan pemerintah. Ketika kritik-kritik itu mulai menyerang dirinya, sekitar 1979, Deng memerintahkan agar para pengeritik itu ditangkap. Dinding Demokrasi akhirnya tak terlihat lagi. Bagaimanapun Deng Xiaoping adalah manusia biasa.

Pustaka
50 Tokoh Politik Legendaris Dunia Oleh Achmad Munif

Sumber : repdemnews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar