Gerah terik Matahari. Geliat buruh mata hati.
Dobrak batu-batu. Mesin pabrik bising. Lenyap dalam rasa...
BAIT puisi Cahaya Mata Buruh karya Edwin Fast ini dibaca Sigit (28), seorang buruh bangunan, penuh emosi. Sesekali tubuhnya gemetar bersama suaranya yang bergetar saat membaca puisi itu di hadapan ratusan warga Kalidoni, Palembang, Kamis (2/07/2009) malam.
Selain Sigit, rekan sekampungnya, Kuyung (30), seorang penarik becak juga membacakan puisi. Judulnya Susu Tuba karya Jaid Saidi. Berbeda dengan Sigit, Kuyung yang hanya tamat sekolah dasar itu tampak terbata-bata membacakan puisinya. Dia terkadang mengeja puisi yang cukup panjang tersebut.
Sigit dan Kuyung turut meramaikan acara pembacaan puisi dalam Sedekah Kampung yang digelar masyarakat Kalidoni pendukung Mega Pro. Sementara penyair Palembang yang membacakan puisi adalah Jaid Saidi, Edwin Fast, dan HW Chan.
Selain pembacaan puisi, juga dilakukan orasi budaya oleh Goring, seorang kader PDI Perjuangan. Baginya, perubahaan di Indonesia harus dikuti oleh gerakan kebudayaan. “Budaya kampung yang sederhana, alami, dan gotong-royong saat ini terkikis oleh budaya individual yang diproduksi oleh kebudayaan Barat. Kenapa? Sebab itu terjadi lantaran ekonomi telah dikuasai kekuatan luar, sehingga kita harus meninggal budaya kampung itu sebagai upaya menyelamatkan diri,” katanya.
Selanjutnya, Wakil Ketua Tim Pemenangan Mega Pro Provinsi Sumsel Darmadi Djufri, membagikan susu kedelai kepada anak-anak di kampung Kalidoni. Pembagian susu kedelai itu sebagai simbol dari kondisi kesehatan anak-anak Indonesia yang kian memprihatinkan. “Kita perlu pemerintahan yang benar-benar memikirkan bangsa ini. Kita tidak mungkin terus melanjutkan pemberian satu tetes susu bagi anak-anak Indonesia, kita harus melakukan perubahan, sehingga anak Indonesia dapat minum susu sebanyaknya, agar sehat dan cerdas,” kata Darmadi.
Acara ditutup dengan doa bersama untuk keselamatan dan kedamaian selama proses Pilpres 2009 yang dilakukan warga yang kebanyakan buruh bangunan dan tukang becak ini.
Sebagai informasi, Kalidoni merupakan kampung tua di Palembang. Warga di sini kebanyakan dari keturunan orang-orang Jawa yang dulunya dijadikan pekerja di New Kalidoni. Mereka dikembalikan ke Indonesia sejak Indonesia merdeka. Mereka disebar di banyak tempat, salah satunya desa Talang Penyemutan, Palembang, yang kemudian bernama kampung Kalidoni.
Lalu, selama Orde Baru, para pendukung Soekarno banyak menetap di Kalidoni. Kehidupan mereka menjadi sengsara selama rezim Orde Baru berkuasa. Sebagian tidak sekolah, sehingga mereka memilih banyak buruh bangunan atau menarik becak. Jadi, tidak heran, setiap kali pemilihan umum Kalidoni menjadi basis suara PDI Perjuangan.
Sumber (BeritaMusi.com)
Dobrak batu-batu. Mesin pabrik bising. Lenyap dalam rasa...
BAIT puisi Cahaya Mata Buruh karya Edwin Fast ini dibaca Sigit (28), seorang buruh bangunan, penuh emosi. Sesekali tubuhnya gemetar bersama suaranya yang bergetar saat membaca puisi itu di hadapan ratusan warga Kalidoni, Palembang, Kamis (2/07/2009) malam.
Selain Sigit, rekan sekampungnya, Kuyung (30), seorang penarik becak juga membacakan puisi. Judulnya Susu Tuba karya Jaid Saidi. Berbeda dengan Sigit, Kuyung yang hanya tamat sekolah dasar itu tampak terbata-bata membacakan puisinya. Dia terkadang mengeja puisi yang cukup panjang tersebut.
Sigit dan Kuyung turut meramaikan acara pembacaan puisi dalam Sedekah Kampung yang digelar masyarakat Kalidoni pendukung Mega Pro. Sementara penyair Palembang yang membacakan puisi adalah Jaid Saidi, Edwin Fast, dan HW Chan.
Selain pembacaan puisi, juga dilakukan orasi budaya oleh Goring, seorang kader PDI Perjuangan. Baginya, perubahaan di Indonesia harus dikuti oleh gerakan kebudayaan. “Budaya kampung yang sederhana, alami, dan gotong-royong saat ini terkikis oleh budaya individual yang diproduksi oleh kebudayaan Barat. Kenapa? Sebab itu terjadi lantaran ekonomi telah dikuasai kekuatan luar, sehingga kita harus meninggal budaya kampung itu sebagai upaya menyelamatkan diri,” katanya.
Selanjutnya, Wakil Ketua Tim Pemenangan Mega Pro Provinsi Sumsel Darmadi Djufri, membagikan susu kedelai kepada anak-anak di kampung Kalidoni. Pembagian susu kedelai itu sebagai simbol dari kondisi kesehatan anak-anak Indonesia yang kian memprihatinkan. “Kita perlu pemerintahan yang benar-benar memikirkan bangsa ini. Kita tidak mungkin terus melanjutkan pemberian satu tetes susu bagi anak-anak Indonesia, kita harus melakukan perubahan, sehingga anak Indonesia dapat minum susu sebanyaknya, agar sehat dan cerdas,” kata Darmadi.
Acara ditutup dengan doa bersama untuk keselamatan dan kedamaian selama proses Pilpres 2009 yang dilakukan warga yang kebanyakan buruh bangunan dan tukang becak ini.
Sebagai informasi, Kalidoni merupakan kampung tua di Palembang. Warga di sini kebanyakan dari keturunan orang-orang Jawa yang dulunya dijadikan pekerja di New Kalidoni. Mereka dikembalikan ke Indonesia sejak Indonesia merdeka. Mereka disebar di banyak tempat, salah satunya desa Talang Penyemutan, Palembang, yang kemudian bernama kampung Kalidoni.
Lalu, selama Orde Baru, para pendukung Soekarno banyak menetap di Kalidoni. Kehidupan mereka menjadi sengsara selama rezim Orde Baru berkuasa. Sebagian tidak sekolah, sehingga mereka memilih banyak buruh bangunan atau menarik becak. Jadi, tidak heran, setiap kali pemilihan umum Kalidoni menjadi basis suara PDI Perjuangan.
Sumber (BeritaMusi.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar