Dari Muba Untuk Muba

Blog ini bisa menjadi jendela bagi Kita, Jendela seputar kiprah, kegiatan, ide pikiran , gagasan saya dalam menjalankan tugas sebagai pemimpin daerah Kabupaten Muba. Saya Ingin Masyarakat lebih tahu sejauh mana saya menjalankan amanah ini, dalam penyajiannya Blog ini harus menyajikan info WAJAH YANG TANPA TOPENG. Semoga dapat memberi manfaat. - Salam !

Kamis, 24 Maret 2011

Aristokrasi dalam Demokrasi

Menurut Eisenstadt dan Roniger (1984) dalam bukunya Patrons, Clients and Friends: Interpersonal Relations and the Structure of Trust in Society, ada empat alasan utama mengapa politik kekerabatan lebih disukai elite-elite politik di suatu negara.

Pertama, kepercayaan (trusty) ini lebih disebabkan karena kerabat lebih dipercaya dan tak mungkin berkhianat seperti lazim dilakukan politikus pemburu kekuasaan. Kedua, loyalitas (loyality) kerabat akan jauh memiliki loyalitas tinggi dalam konteks menjalankan semua tugas politik terutama dalam hal menjaga wibawa dan kehormatan kerabat besar ketimbang orang lain.

Ketiga, solidaritas (solidarity) kerabat dipastikan jauh memiliki tingkat solidaritas yang tangguh dalam memiliki terutama dalam menolong klan keluarga besar dari kebangkrutan kekuasaan dan kekayaan ketimbang mereka yang bukan dari kalangan kerabat. Keempat, proteksi (protection) ini terkait dengan model mempertahankan gengsi dan kehormatan keluarga besar. Mereka yang berasal dari klan yang sama akan cenderung mampu menjaga apa yang telah dimiliki keluarga ketimbang orang lain.


Dan Kemudian,....................
darah lebih kental daripada air (blood is thicker than water). Doktrin ini menegaskan, kekuasaan karena dapat mendatangkan kehormatan, kemuliaan, kekayaan, dan aneka social privileges harus tetap berputar di antara anggota keluarga dan para kerabat saja.

Kekuasaan tak boleh lepas dari genggaman orang yang punya hubungan persaudaraan, sehingga harus terdistribusi dan hanya bergerak melingkar di antara pihak-pihak yang memiliki pertalian darah. Merujuk pada dalil blood is thicker than water itu, di era modern, politikus mewariskan kekuasaan kepada kerabatnya dengan cara memanipulasi sistem politik demokrasi. Ini adalah bentuk manipulasi sistem politik modern melalui mekanisme pemilu atau pilkada (demokrasi prosedural) yang memang mengandung banyak kelemahan.

Apakah Melanggar hukum ?
Mewariskan jabatan atau kekuasaan politik secara prosedural melalui pelaksanaan pilkada, apakah itu kursi gubernur, bupati atau walikota kepada istri, anak, menantu, atau saudara yang hanya berputar di kalangan kerabat penguasa (incumbent) tidaklah melanggar hukum, karena tidak diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 juncto UU No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur tentang pilkada.

Apa yang dilanggar?
fatsun politik (etika, kepatutan, dan norma umum). Karena model ini jelas akan menyumbat regenerasi calon pemimpin politik lokal berdasar pada kompetisi yang fair yang seharusnya bertumpu pada rekam jejak keilmuan, kemampuan dan integritas moral. Jangan sampai pilkada hanya menjadi ritual demokrasi prosedural untuk melestarikan aristokrasi yang melahirkan raja-raja kecil di ’kerajaan’ daerah.

persaingan antar aristokrat (kerabat penguasa) dalam melestarikan posisi dan kedudukan keluarga besar dari tergusurnya dinasti politik keluarga di ’kerajaan’ daerah adalah Pilihan regenerasi model kekerabatan adalah cermin betapa kita masih mempraktikkan model demokrasi tradisional yang hanya percaya pada kemampuan yang dimiliki oleh calon-calon yang segaris dengan keturunan kepala daerah. Dengan harapan kerabat ini akan memiliki kemampuan dan kharisma yang sama dengan kepala daerah sebelumnya. Model inipun mirip dengan praktik politik patrimonial.

Karena kepercayaan ini maka penyerahan mandat kepemimpinan lokal hanya akan berputar di sekitar lingkaran keluarga yang memiliki garis karier politik dan kekuasaan. Sudah tentu cara ini akan mematikan pola regenerasi pemimpin politik modern yang berorientasi pada profesionalisme, kapasitas intelektual, kapabilitas, integritas moral, daya inovasi, dan kreatif dalam membangun daerah.

Model regenerasi kepemimpinan politik lokal yang berbasis pada kekerabatan ini lambat tapi pasti akan menggeser isu demokrasi ke aristokrasi. Wacana politik akan kian elitis karena tak ada lagi kompetisi yang seimbang dan fair antara calon orang biasa dan ’orang luar biasa’. Calon yang mempunyai hubungan keluarga dengan incumbent pasti akan lebih diuntungkan ketimbang calon lain. ***

Penulis aslinya = Fadil Abidin , adalah pemerhati masalah sosial-kemasyarakatan, guru dan mahasiswa FIP Program PSKGJ Unimed....trims ya pak fadil,..kuyung ben adopsi dan utak atik dikit,...heheheheh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar